Jepara Pos – Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Bahlil Lahadalia, mengusulkan pembentukan Direktorat Jenderal Penegakan Hukum (Ditjen Gakkum) di Kementerian ESDM. Usulan ini muncul sebagai respons terhadap maraknya praktik penambangan ilegal yang tidak sesuai dengan kaidah norma di berbagai daerah di Indonesia.
Bahlil menyoroti bahwa banyak pihak yang mencurigakan terkait izin dan tumpang tindih lahan yang ada di sektor pertambangan. Dalam sebuah pernyataan di Kantor Kementerian ESDM di Jakarta pada Jumat (18/10), ia mengungkapkan, “Alangkah lebih baiknya jika kita memiliki Ditjen Gakkum yang bisa bekerja secara komprehensif.” Usulan ini bertujuan untuk memberikan penegakan hukum yang lebih tegas dalam sektor tambang, sekaligus mengatasi berbagai pelanggaran yang terjadi.
Ditjen Gakkum yang diusulkan tidak hanya akan berfungsi sebagai lembaga penegakan hukum, tetapi juga bertugas melakukan penyidikan terhadap kasus-kasus pelanggaran di sektor pertambangan. Bahlil menegaskan, selama ini, penyidik tidak berada di bawah kementerian ini, yang menyebabkan banyak informasi dan laporan pelanggaran yang tidak tertangani dengan baik. “Jika penyidiknya berada di kementerian kami, mereka tentu lebih memahami tentang izin-izin minerba,” tambahnya.
Aksi Penambangan Ilegal
Sebelumnya, Direktur Eksekutif Asosiasi Tambang Batuan Indonesia (ATBI), Wisnu Salman, juga menyampaikan keprihatinannya terkait banyaknya aksi penambangan ilegal yang masih marak terjadi. Menurutnya, untuk memberantas praktik ilegal ini, dibutuhkan komitmen yang kuat dari pemerintah, terutama di era kepemimpinan Prabowo-Gibran. Wisnu menekankan bahwa pengurusan perizinan yang panjang dan rumit saat ini harus diperbaiki agar lebih cepat dan efisien, baik dari segi waktu maupun biaya.
“Proses pengurusan perizinan yang panjang dan rumit membuat biaya perizinan menjadi mahal. Saya harap ke depannya, perizinan akan lebih mengedepankan sistem perizinan online sehingga lebih mudah dan cepat,” ungkapnya. Ia mencatat bahwa jika pemerintahan Prabowo-Gibran berkomitmen untuk membenahi sektor tambang, maka Wilayah Pertambangan Rakyat (WPR) harus diperbanyak. Dengan meningkatnya jumlah WPR, diharapkan jumlah Izin Pertambangan Rakyat (IPR) yang diajukan oleh masyarakat juga meningkat, sehingga dapat mendorong pergerakan roda ekonomi di tingkat lokal.
Wisnu menjelaskan, untuk IPR perorangan, masyarakat dapat memperoleh izin pertambangan seluas 5 hektare, sedangkan untuk izin pertambangan koperasi dapat mencapai 10 hektare. Untuk memerangi praktik penambangan ilegal, ia menekankan pentingnya melibatkan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kabupaten dalam memperbanyak WPR. Hal ini diharapkan dapat memperkuat pengawasan dan penegakan hukum di tingkat daerah.
Dengan komitmen yang kuat dari pemerintah dan dukungan masyarakat, Wisnu optimis bahwa masalah penambangan ilegal dapat diatasi. “Jika Prabowo-Gibran serius dalam menanggulangi masalah ini, saya yakin kita bisa melihat kemajuan yang signifikan dalam mengurangi aktivitas tambang ilegal di Indonesia,” tegasnya.
Usulan pembentukan Ditjen Gakkum dan penekanan pada perizinan yang lebih efisien diharapkan menjadi langkah awal dalam menciptakan lingkungan pertambangan yang lebih baik, adil, dan berkelanjutan di tanah air.