Jepara Pos – Pasukan Sementara Perserikatan Bangsa-Bangsa di Lebanon (UNIFIL) kembali menjadi sorotan global di tengah meningkatnya ketegangan dan konflik yang melanda Timur Tengah, khususnya setelah tindakan Israel yang semakin agresif. Dalam upaya mereka mengejar pasukan kelompok Syiah Lebanon, Hizbullah, Israel mulai melakukan operasi militer yang merangsek ke dalam teritori Lebanon. Tindakan ini tidak hanya mengancam stabilitas wilayah tersebut, tetapi juga berisiko terhadap keselamatan pasukan UNIFIL yang bertugas di sana. Hingga saat ini, dilaporkan bahwa belasan personel UNIFIL telah terluka akibat serangan Israel.
Sejarah dan Tugas UNIFIL
UNIFIL didirikan pada tahun 1978 sebagai respons terhadap peperangan yang berkecamuk antara Israel dan berbagai kelompok bersenjata di Lebanon selatan. Langkah ini diambil setelah Dewan Keamanan PBB mengeluarkan Resolusi Nomor 425 dan 426 pada 19 Maret 1978, yang memberikan mandat kepada PBB untuk menciptakan misi perdamaian di daerah tersebut. Misi pertama pasukan UNIFIL tiba di Lebanon pada 23 Maret 1978 dan telah menjalankan tugas mereka hingga saat ini.
Tugas utama UNIFIL, sebagaimana diperkuat oleh Resolusi Nomor 1701 yang dikeluarkan setelah Perang Lebanon antara Israel dan Hizbullah pada tahun 2006, adalah untuk memastikan penghentian kekerasan di Lebanon selatan. Selain itu, UNIFIL bertugas untuk memantau penarikan pasukan Israel dari wilayah tersebut, menjamin akses kemanusiaan, memulihkan keamanan, dan membantu pemerintah serta angkatan bersenjata Lebanon untuk memperkuat otoritas mereka di daerah yang terkena dampak.
Kontribusi Indonesia
Indonesia memainkan peran signifikan dalam misi UNIFIL, menjadi kontributor terbesar dengan mengirimkan 1.231 personel TNI. Data UNIFIL per 2 September 2024 menunjukkan bahwa total ada 10.058 personel militer dari berbagai negara yang terlibat dalam misi tersebut. Italia dan India mengikuti sebagai negara penyumbang terbesar kedua dan ketiga, dengan masing-masing mengirimkan 1.068 dan 903 personel.
Serangan Israel ke UNIFIL
Peningkatan ketegangan antara Israel dan Hizbullah berdampak langsung pada UNIFIL, dengan ancaman keamanan yang semakin meningkat. Serangan pertama Israel terhadap UNIFIL terjadi pada 10 Oktober 2024, yang menyebabkan dua personel TNI terluka. Selanjutnya, UNIFIL melaporkan bahwa Israel terus melancarkan serangan ke berbagai pangkalan mereka dalam sepekan setelahnya. Pada 13 Oktober, serangan di Ramyah mengakibatkan 15 personel UNIFIL terpapar gas kimia yang ditembakkan oleh pasukan Israel.
Reaksi Internasional
Serangan terhadap UNIFIL telah menuai kecaman keras dari komunitas internasional. Pada 12 Oktober, 34 negara anggota yang berkontribusi pada UNIFIL mengeluarkan pernyataan bersama, mendesak semua pihak untuk menghormati misi perdamaian PBB dan memastikan perlindungan bagi para penjaga perdamaian. Dewan Keamanan PBB pada 14 Oktober juga mengeluarkan pernyataan yang mendesak semua pihak, termasuk Israel, untuk menghargai peran UNIFIL dalam menjaga stabilitas di Lebanon selatan.
Juru Bicara Sekretaris Jenderal PBB, Stephane Dujarric, mengutuk serangan tersebut sebagai pelanggaran hukum internasional dan kejahatan perang. Ia menekankan bahwa tindakan tersebut tidak hanya membahayakan para personel UNIFIL, tetapi juga mengancam upaya menjaga perdamaian dan stabilitas di kawasan yang sudah rentan.
Kesimpulan
UNIFIL berperan penting dalam misi perdamaian di Lebanon, dan serangan yang dialami mereka mencerminkan tantangan besar yang dihadapi oleh pasukan penjaga perdamaian di wilayah konflik. Dukungan internasional yang kuat untuk UNIFIL sangat penting dalam memastikan keamanan dan keberlangsungan misi mereka. Dalam konteks yang lebih luas, situasi ini menunjukkan perlunya upaya diplomasi yang lebih intensif untuk meredakan ketegangan di Timur Tengah dan melindungi hak asasi manusia di daerah konflik.