Jepara Pos – Kapal yang membawa imigran etnis Rohingya di perairan Aceh Selatan diduga merupakan milik warga lokal dari Kecamatan Labuhan Haji Barat. Hal ini diungkapkan oleh Panglima Laot Aceh, Miftach Tjut Adek, dalam pernyataan yang disampaikan di Banda Aceh pada Jumat malam, 18 Oktober 2024.
Menurut Miftach, kapal tersebut sebelumnya dimiliki oleh seorang pria berinisial Md yang berasal dari Kecamatan Meukek. Kapal motor yang digunakan oleh para imigran ini dibeli oleh seseorang berinisial Ih dari Labuhan Haji Barat sekitar 20 hari yang lalu. Nama kapal itu adalah Bintang Rezeki.
“Dibeli 20 hari yang lalu, nama botnya adalah Bintang Rezeki,” ujar Miftach, memberikan informasi lebih lanjut mengenai kepemilikan kapal.
Saat ini, Miftach belum bisa memberikan penjelasan lebih mendalam mengenai kapal motor tersebut. Ia mengungkapkan bahwa ketika pihaknya melihat kapal itu, tidak ada awak kapal (ABK) atau alat tangkap (pukat) yang terlihat. Situasi ini masih dalam kajian pihak berwenang yang berkompeten untuk menyelidiki lebih lanjut.
“Melihat kapal tanpa ABK dan pukat. Nanti pihak yang berwenang yang akan mengkajinya,” ungkap Miftach, menunjukkan bahwa pihaknya masih menunggu hasil analisis dari otoritas terkait.
Sebelumnya, laporan menyebutkan bahwa kapal yang membawa imigran Rohingya ini terombang-ambing di kawasan perairan Kabupaten Aceh Selatan. Hingga saat ini, para pengungsi tersebut masih berada di tengah laut, dan belum ada kepastian mengenai nasib mereka.
Panglima Laot Aceh Selatan, bersama pemangku kepentingan lainnya, telah mengambil langkah cepat dengan menyalurkan bantuan logistik berupa makanan dan minuman kepada etnis Rohingya yang terjebak di perairan tersebut. Langkah ini menunjukkan kepedulian terhadap nasib para pengungsi yang tengah mengalami situasi sulit di tengah laut.
Miftach juga menambahkan bahwa koordinasi antara pihak-pihak terkait sangat penting untuk menangani masalah ini dengan cepat dan tepat. Mereka berharap agar otoritas dapat segera menemukan solusi terbaik untuk para pengungsi Rohingya yang saat ini membutuhkan bantuan.
Situasi ini mencerminkan tantangan yang dihadapi oleh banyak pengungsi, khususnya etnis Rohingya, yang kerap kali harus menempuh perjalanan berbahaya untuk mencari tempat yang lebih aman. Di tengah lautan yang tidak bersahabat, mereka terpaksa bergantung pada kapal-kapal kecil yang seringkali tidak memenuhi standar keselamatan.
Upaya penanganan kasus ini tidak hanya melibatkan Panglima Laot Aceh dan pemangku kepentingan lokal, tetapi juga memerlukan kerjasama dengan lembaga internasional yang memiliki kapasitas untuk memberikan bantuan kepada pengungsi. Harapannya, melalui kolaborasi yang baik, para pengungsi Rohingya dapat segera mendapatkan perlindungan yang layak.
Kepedulian masyarakat lokal terhadap nasib imigran juga menunjukkan bahwa masalah kemanusiaan ini bukan hanya tanggung jawab pemerintah, tetapi juga merupakan tanggung jawab bersama seluruh elemen masyarakat. Dengan adanya bantuan yang disalurkan, diharapkan para pengungsi dapat merasa sedikit tenang dan mendapatkan harapan baru dalam hidup mereka.